Rabu, 04 Maret 2015

MEMAHAYU HAYUNING BAWONO.

KEMBALILAH KEPADA TUHAN UNTUK MEMANUSIAKAN DIRI KITA MASING-MASING.

Dalam bahasa Jawa, dikenal sesanti tentang Manusia, bahwa adalah kewajiban Manusia untuk "MEMAHAHYU HAYUNING BAWONO".
Bagi saudara-saudaraku yang bukan orang Jawa, perlu saya jelaskan arti dari sesanti tersebut. Memahayu, berasal dari akar kata : hayu, atau ayu, yang dalam bahasa Indonesia berarti indah, cantuik, molek, Dari ayu dapat menjadi rahayu, yang berarti selamat. Dengan demikian Memahayu befrati membuat indah. Hayuning berarti keindahan. Bawono dapat berarti dunia, ialah masyarakat makhluk hidup. Dunia manusia adalah masyaralat manusia penghuni bumi. Dunia binatang adalah seluruh hewan/binatang yang ada di bumi (Fauna). Dunia tumbuhan (Flora) adalah seluruh tumbuhan yang ada di bumi.
Peran atau kewajiban Manusia menurut sesanti tersebut, berarti bahwa seyogyanyalah MANUSIA MEMBUAT INDAH BUMI DAN ISINYA YANG SUDAH INDAH.
Kita yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam sesanti Jawa disebut sebagai SANGKAN PARANING DUMADI, bahwa Tuhan adalah asal segala makhluk dan menjadi tujuan dari semua makhluk, percaya bahwa Tuhan menciptakan bumi dengan segala makhluk yang mengisi bumi mempunyai tujuan tertentu. Buktinya, ada banyak petunjuk berupa wahyu, yang kemudian menjadi Buku Suci berbagai Agama, yang secara hakekat semua mengajarkan manusia untk berbuat kebaikan untuk keindahan dan keselamatan kehidupan di bumi.
Dengan melihat keadaan dunia dan bumi kita yang sedang dilanda krisis, seperti yang disebut sebagai GLOBAL WARMING, CILIMATE CHANGE, KRISIS ENERGI dan lain-lainnya, menunjukkan kalau umat manusia yang ada di bumi belum mampu memperindah bumi dan memperindah kehidupan di bumi, apalagi untuk mencapai keselamatan bagi bumi dan isinya.
Manusia masih dihadapkan pada adanya sebagian manusia mengalami kemiskinan, macam-macam penyakit yang belum dapat ditemukan obatnya, masih harus setiap saat ada kecelakaan yang membawa korban, masih banyak terjadi bencana alam yang membawa kerugian dan korban.
Apakah manusia sadar, bahwa dirinya BELUM MERUPAKAN MANUSIA SEPERTI YANG DIKEHENDAKI OLEH TUHAN?
Bagi kita yang percaya Tuhan yang Maha Esa, JALAN KELUAR DARI BERBAGAI HAL YANG MENYUSAHKAN KEHIDUPAN KITA ADALAH KEMBALI KEPADA TUHAN.
MARILAH KITA BERJUANG UNTUK MENJALANKAN KEHIDUPAN KITA DENGAN TUNTUNAN TUHAN MELALUI AGAMA MASING-MASING, MENURUT BUKU SUCI MASING-MASING AGAMA ITU SENDIRI.

Jumat, 31 Agustus 2012

Sejarah Orhiba

SELAYANG PANDANG SEJARAH ORHIBA
1. Pandangan Umum
ORHIBA, singkatan dari Olah Raga Hidup Baru, dapat dipandang merupakan Karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi Bangsa Indonesia. OLAH RAGA HIDUP yang bertujuan MENCIPTAKAN MANUSIA BARU, manusia yang bebas dari gangguan penyakit fisik dan mental. Melalui derajat sebagai MANUSIA BARU itu, lebih lanjut diharapkan bahwa manusia mampu mengembangkan dirinya secara terus menerus, selama masih berada di dunia dalam kenyataan, sehingga sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, mampu menjalin hubungan yang selaras dengan sesamanya yang sama-sama ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, mencintai lingkungan hidup dimana dia berada, sehingga mampu memelihara lingkungan hidup agar lestari.
Dengan menjalankan OLAH RAGA HIDUP BARU, diharapkan manusia dapat mengembangkan KESADARAN bahwa MANUSIA ADALAH CIPTAAN HIDUP DARI TUHAN YANG MAHA ESA, yang sebagai CiptaanNYA yang mulia, dapat mengembangkan kreatifitas untuk kehidupan yang lebih baik di masyarakat, tanpa dibatasi oleh berbagai perbedaan-perbedaan, tetapi mengutamakan persatuan dan kesatuan oleh karena sama-sama tercipta oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang Maha Pengasih dan Penyayang, serta Maha Hidup. Kita hidup di satu bumi yang sekarang menjadi relatif kecil, sehingga perlu diperhatikan dan dipelihara bersama agar kondisinya tidak terus menerus mengalami kemerosotan. Persatuan Hidup adalah jalan penyelamatan bumi kita.
Cita-cita untuk manusia dapat mencapai kebebasan dari penyakit fisik, mental dan sosial, berawal dari cita-cita seorang manusia Indonesia, yang sejak usia dini, masih 5-6 tahun, sudah selalu digoda pertanyaan : “mengapa manusia harus sakit dan mati? Apakah tidak ada jalan bagi manusia untuk bebas dari sakit dan mati itu ?”. Beliau yang bernama Urbanus Tatu Saerang terlahir dari suatu keluarga Minahasa, lahir di Rembukan, Bolangmongondow, Sulawesi Utara, pada 21 November 1906. Di kalangtan warga ORHIBA Beliau dikenal dengan panggilan Bapak TUS.
Setelah tamat dari sekolah H.I.S., pada masa remajanya Beliau bekerja di perkebunan teh di Banyuwangi, Jawa Timur. Berasal dari keluarga sederhana, namun karena ulet dan ketekunan bekerja serta berusaha, dalam waktu yang tidak terlalu lama, Beliau berhasil menjadi tuan tanah yang memiliki tanah ladang serta sawah-sawah, dan ternak sapi, kuda dan lain-lain.
Beliau dikenal di masyarakat sebagai seorang yang kaya dan dermawan. Beliau adalah seseorang yang penuh taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur, rendah hati, penuh kasih sayang kepada sesama manusia. Mendekati waktu Beliau menerima karunia Tuhan, kekayaan Beliau berupa hampir seribu bahu (kl. 750 hektar) tanah perkebunan serta ratusan ekor ternak yang Beliau telah miliki, Beliau lepaskan dan dibagi-bagikan kepada masyarakat sekitar.
Dalam situasi masyarakat dunia yang kacau, karena peperangan, dan pada umumnya kehidupan masyarakat yang penuh dengan siksa sengsara, pada tanggal 8 Agustus 1941 tatkala Beliau bersembahyang serta berdoa, Beliau mendapat percikan ilham, yang Beliau yakini merupakan petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa, bahwa untuk memperbaiki mutu hidup lahir dan bathin masyarakat manusia (dunia), yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka setiap individu harus mulai dengan memperbaiki diri sendiri dan untuk itu perlu menjalankan Olah Raga Hidup.
Secara ringkas, ilham yang Beliau terima ialah bahwa, untuk memperbaiki keadaan dunia tidak mungkin diselesaikan oleh seorang manusia yang secara tidak sadar dalam dirinya masih bercokol musuh-besarnya, hawa nafsu duniawi yang tidak terkendali.
Setiap manusia harus terlebih dahulu mengalahkan musuh-besar yang ada dalam dirinya, hawa nafsu rendah, seperti keserakahan akan kekayaan duniawi, kesombongan karena merasa punya kelebihan, iri, dengki, amarah dan angkara murka yang gampang sekali menyebabkan cekcok, perkelahian antara sesama manusia dan antara kelompok-kelompok masyarakat, serta berperilaku yang merusak lingkungan hidup.
Tanpa manusia mampu mengalahkan musuh dalam dirinya, persaingan antar manusia dan kelompok-kelompok masyarakat akan semakin memuncak sehingga akan terjadilah peperangan, seperti yang telah terjadi di dunia, dengan Perang Dunia I (1905-1919) dan kemudian Perang Dunia II (1939-1945). Untuk mengalahkan musuh-besar itu jalannya adalah dengan “membangkitkan kekuatan hidup yang ada dalam badan daging” melalui Olah Raga Hidup, yang kemudian dikenal sebagai OLAH RAGA HIDUP BARU (disingkat : ORHIBA).
Mula-mula ORHIBA diajarkan kepada keluarga sendiri dan orang-orang dekat di sekitar. Sekitar tahun 1957 beberapa orang terpelajar dan terkemuka dari beberapa kota besar di Indonesia, diantaranya ada yang pejabat tinggi, bupati, guru olah raga, setelah mendengar tentang ORHIBA lalu mempelajari dan menelitinya selama kurang lebih 4 (empat) tahun. Kesimpulannya adalah bahwa ORHIBA itu sangat positif untuk orang dapat memelihara kesehatan, membebaskan diri dari gangguan fisik dan mental, sehingga perlu disebar luaskan di masyarakat.
Beberapa orang tokoh berkumpul dan bersepakat mendirikan suatu lembaga untuk meluaskan ORHIBA di masyarakat. Didirikanlah Yayasan ORHIBA, yang pertama kali didirikan di Malang pada tanggal 5 Februari 1964 dengan Akta Notaris R.Soediono No.6. Para Pendiri Yayasan ORHIBA di Malang adalah : Haryono (Ketua), I Nyoman Soerna (Penulis), R.Roestamadji (Bendahara), Soenar Wibowo (Pemimpin Tehnis), M.Rakanadaljan (Komisaris), Hamid Rufus Rion (Komisaris), Siti Soekesi Soenar Wibowo (Komisaris), Gartini Haryono (Komisaris), Lim Tjoei Kian (Komisaris), Kho Tjeng Khe (Komisaris), R.Said Soekanto (Pelindung).
Orang-orang yang mendirikan dan menjadi pengurus pertama terdiri dari orang-orang dari lintas agama. Ada yang beragama Islam, ada yang beragama Kristen, agama Hindu dan agama Budha.
Setelah ada Yayasan ORHIBA maka penyebaran ORHIBA menjadi lebih terbuka dan kemudian meluas dari Jawa Timur, ke kota-kota lain di Jawa, lalu pada tahun 1966 mulai berkembang di Bali. Oleh karena adanya pengalaman empiris, dimana orang-orang yang terkena penyakit setelah ber-ORHIBA beberapa hari saja dapat bebas dari penyakitnya, khususnya di Bali, perkembangan ORHIBA di Bali sejak tahun 1966 sangat semarak.
Pada tahun 1968, terhitung sejak 8 Agustus 1968, Yayasan ORHIBA dipindahkan ke Jakarta, dengan Akta Notaris H. Zawir Simon S.H., No. 33 tertanggal 25 Mei 1968. Pemindahan itu dilakukan untuk dapat lebih meningkatkan perluasan ORHIBA ke seluruh Indonesia. Pada Tahun 1970 diadakan pembaharuan pengurus Yayasan ORHIBA Pusat, dengan susunan : R.Said Soekanto (Ketua Umum/Pelindung), Mr.R.Sudjono (Ketua I), Sitawati Sudjono Ma’arif (Sekretaris), Drs.J.Mokoginta (Bendahara), Soenar Wibowo (Pemimpin Tehnis), Pasinomo (Wakil Pemimpin Tehnis), Retnowati Sudjono (Komisaris Bidang Wanita), M.Rakanadaljan (Komisaris Jawa Timur), Basuki Atmosuwarno (Komisaris Jawa Tengah), R.Satmoko (Komisaris Jawa Barat), Drs.N.Suthardjana (Komisaris Bali Nusa Tenggara), Mohammad Sofjan (Komisaris Jakarta), Soekrisna Widyaatma (Komisaris Jakarta).
Dalam masa kepengurusan ini, ada beberapa hal yang penting diketahui dalam penyebar luasan ORHIBA antara lain :
  • Yayasan ORHIBA Pusat pada tahun 1970, dengan Ketua Umumnya Bapak R.S.Soekanto telah menulis surat kepada Presiden, menganjurkan agar ORHIBA dapat dijadikan sebagai Olah Raga Nasional. Pada waktu itu Presiden Soeharto menyerahkan hal tersebut kepada instansi yang menangani olah raga. Diadakanlah suatu Seminar oleh Ikatan Sarjana Olah Raga untuk membahas kemungkinan untuk menjadikan ORHIBA olah raga nasional. Ada beberapa hal yang dianggap kendala, antara lain : mengenai nama, masalah kompetisi,dan bagaimana orang menjadi sehat dengan ORHIBA.
Mengenai nama, usulan untuk mengganti nama ORHIBA menjadi "senam Indonesia" tidak dapat disetujui oleh Yayasan ORHIBA Pusat, oleh karena nama ORHIBA mengandung nilai historis serta sudah populer di masyarakat.
Berkenaan dengan kompetisi (pertandingan olah raga), ORHIBA tidak dapat dipertandingkan, oleh karena semangat yang diharapkan bertumbuh adalah "satunya manusia dalam satu bangsa manusia", yang harus menjauhkan sifat bersaing apalagi bermusuhan. Selain dari pada itu, keberhasilan seseorang untuk memiliki kesehatan yang sempurna bukan semata-mata pada sempurnanya gerakan olah raga ORHIBA, tetapi sangat ditentukan oleh sikap bathin pelakunya, yang meliputi percayanya kepada Tuhan, pengakuan yang tulus bahwa manusia (badan daging) itu ciptaan Hidup dari Tuhan Yang Maha Esa, rasa sayang dan kasih kepada badan dagingnya sendiri, serta kekuatan dan kemantapan hasrat dirinya untuk hidup, yang kesemuanya tidak dapat diukur oleh siapapun, kecuali oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal menilai hal-hal tersebut, pelaku ORHIBA sendiri tidak dapat menilainya sendiri. Yang dapat disadari dan seharusnya memang perlu disadari, adalah adanya pertumbuhan dari hari ke hari, apakah berkembang positif atau negatif. Positif dalam arti makin meningkat ke arah yang semestinya, sedangkan dikatakan negatif kalau percaya, pengakuan, ketulusan kasih serta hasratnya menyurut.
Bagaimana ORHIBA dapat mengantarkan pelakunya untuk sehat, pada waktu itu memang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah, oleh karena belum ada penelitian ilmiah tentang ORHIBA itu. Yayasan ORHIBA pada waktu itu berharap bahwa pada suatu saat akan ada yang berminat melakukan penelitian, untuk menjawab mengapa dengan ber ORHIBA orang menjadi sehat. Para penyebar ORHIBA hanya dapat menunjukkan data empiris, bahwa sudah banyak orang yang menjadi sehat hanya setelah beberapa hari ber-ORHIBA.
Pada akhirnya ORHIBA tidak terpilih sebagai olah raga masyarakat secara nasional, dan keluarlah senam pagi Indonesia. Pemerintah tidak dapat menginstruksikan orang untuk berolah raga tertentu (termasuk ORHIBA), tetapi masing-masing cabang olah raga dapat secara bebas dimasyarakatkan oleh peminat-pemintanya, dengan semboyan "memasyarakatkan olah raga dan mengolah ragakan masyarakat"
  • Sejak Oktober 1970 untuk Bali diijinkan langsung menjalankan Olah Raga Badan Daging Melihat Langit Biru, yang dikenal sebagai olah raga lanjutan; sementara untuk di luar Bali bagi yang mau ber-ORHIBA, harus mengambil dulu Olah Raga Sempurna. Setelah yang bersangkutan dapat melakukan Olah Raga Semurna secara penuh dengan setiap kali berolah raga melakukan setiap gerakan dengan 24 gerakan, serta selama 30 hari penuh harus mengambil 3 (tiga) kali sehari tanpa ada hari yang kosong, barulah boleh melakukan Olah Raga Badan Daging Melihat Langit Biru .
  • Pada bulan Juli 1970 Bapak R.S.Soekanto, selaku Ketua Umum Yayasan ORHIBA Pusat, memperkenalkan ORHIBA kepada dunia, dengan berkunjung ke beberapa negara, dan pada kesempatan muhibah itu lalu berpidato dalam pertemuan Internasional AMORC (International Annual AMORC CONVENTION 1970) di ROYAL YORK HOTEL, Toronto, Ontario, Kanada. Pertemuan tersebut berlangsung dari 16-20 Juli 1970. Hal tersebut dapat terjadi karena Bapak R.S.Soekanto adalah salah seorang Grand Master dalam AMORC. Beliau memberi judul memperkenalkan ORHIBA tersebut dengan judul “FACING THE CHALLENGE OF MODERN LIVING”.
  • Sejak Agustus 1990 telah ditetapkan bahwa satu-satunya olah raga hidup yang disebarluaskan di masyarakat adalah “Olah Raga Badan Daging Melihat Langit Biru” atau disebut juga sebagai Olah Raga Tunggal. Olah Raga Sempurna atau Olah Raga 24 x 24, tidak lagi disebar luaskan.
  • Pada bulan Januari 1993 Bapak R.S.Soekanto telah mengumumkan bahwa Wisma ORHIBA yang dibangun oleh warga ORHIBA Bali, yang bertempat di wilayah persubakan (wilayah tanah pertanian) Sekar Embang, Dusun/Banjar Tengkulak Kaja, Desa Kemenuh, Kecamatan Sukawati, kurang lebih 100 m ke arah Utara dari Jalan Raya Bedahulu Bali, dijadikan Pusat Latihan Nasional. Bersamaan dengan itu telah disiapkan Pelatih ORHIBA sebanyak 22 orang.
Pada 24 Agustus 1993 Bapak R.S.Soekanto wafat. Oleh karena sebagian Pengurus sudah tidak ada, maka dengan Akta Notaris H.Zawir Simon S.H., No. 65 tanggal 15 Februari 1994 diadakan pembaharuan Akta Pendirian dan disusun kepengurusan baru.
Adapun susunannya sebagai berikut :
Drs.H.J.Mokoginta (Ketua), H.Mohamad Sjofjan KS (Wakil Ketua I), Iwan Siregar (Wakil Ketua II), Sitawati Sudjono Ma’arf (Sekretaris I), Nyonya Tido Soepardi (Sekretaris II, merangkap Bendahara). Made Yastina (Komisaris Litbang), Soepardi (Komisaris Jakarta), A.A.Ngurah Sudjaya (Komisaris Bali).
Karena wafatnya Bapak H.J.Mokoginta, maka Pengurus Yayasan ORHIBA Pusat mengalami pembaharuan lagi sejak 28 Agustus tahun 2005, dengan susunan sebagai berikut. H. Mohamad Sjofjan KS (Ketua), Drs.Chairul Arifin, MM (Wakil Ketua), Sitawati Sudjono (Sekretaris Umum), Tido Soepardi (Sekretaris/Bendahara), I Made Yastina (Pimpinan Litbang), June MM Luhulima,dr.MS,Spkl (Pimpinan Team Peneliti), R.S.Soepardi (Komisaris Jakarta), A.A.Ngurah Sudjaya (Komisaris Bali Nusa Tenggara).
2. Pengalaman Empiris di Bali
Sejak ORHIBA dikenal oleh masyarakat Bali, yaitu pada tahun 1966, ORHIBA mengalami perkembangan yang semarak pada era 1967 hingga 1990-an. Sebagai suatu petunjuk tentang semaraknya perkembangan ORHIBA di semua kabupaten di Bali, pernah terjadi pada tahun 1984 pertemuan Besar ORHIBA yang dihadiri lebih dari 6.000 (enam ribu) Warga ORHIBA, pada saat Wisma ORHIBA sedang dalam proses pembangunannnya.
Wisma ORHIBA sendiri dapat menjadi bukti kesemarakan perkembangan ORHIBA. ORHIBA bukan suatu perkumpulan. Antara pelaku ORHIBA (Warga ORHIBA) dengan Pengurus Yayasan ORHIBA tidak ada ikatan apa pun kecuali sudah sama-sama ber-ORHIBA. Wisma ORHIBA dibangun atas landasan keikhlasan masing-masing pribadi Warga ORHIBA berkorban tenaga dan benda. Tidak ada yang mengharuskan seorang Warga ORHIBA untuk mengeluarkan uang atau memberikan sesuatu apa pun kepada pelatih atau Pengurus Yayasan ORHIBA. Adalah karena kesekapatan bersama dari Warga ORHIBA yang hadir dalam berbagai kesempatan bertemu dan berkumpul, mewujudkan Wisma ORHIBA, yang dijadikan sebagai simbul persatuan dan kesatuan warga ORHIBA dalam memperjuangkan hidup. Ada Warga ORHIBA yang menyumbangkan tanah miliknya sebagai tempat awal dibangunnya Wisma ORHIBA. Perluasannya, dimulai dari pertama-tama seluas 0,4 hektar, berkembang menjadi 2 hektar adalah wujud kegotong-royongan yang murni, karena terketuk dari dalam diri (hati sanubari) masing-masing. Dana dikumpulkan dari sumbangan sukarela dari Warga ORHIBA yang terketuk, mulai dari sumbangan lima ratus Rupiah, seribu Rupiah hingga ratusan ribu Rupiah dan beberapa ada yang berdana dalam jutaan Rupiah. Hasilnya yang terkumpul digunakan untuk membeli tanah perluasan dan bahan bangunan. Yang tidak mempunyai uang untuk disumbangkan, bergotong royong mengambil batu-batu untuk fondasi bangunan, yang diambil dari Sungai Unda di Klungkung, pada setiap hari Minggu dan hari-hari libur. Kalau dibandingkan dengan ceritera Ramayana, kegiatan Warga ORHIBA mengambil batu dari pinggir jalan hingga ke tempat Wisma ORHIBA dibangun tidak ubahnya seperti laskar kera yang membawa batu untuk membuat jembatan antara Ayodya dan Alengka.
Pembangunan yang dimulai pada 28 April 1976 baru rampung seperti pada kelengkapan bangunan yang ada sekarang (Maret 2011) pada tahun 1986. Selama sepuluh tahun dibina kegotong royongan, dengan tujuan membangun semangat kebersamaan dan persatuan atas dasar ketulus ikhlasan. Semangat persaudaraan, kegotong royongan atas dasar ketulus ikhlasan, mewujudkan sesuatu yang bermanfaat merupakan semangat yang seyogyanya ditumbuh-kembangkan umat manusia untuk memelihara dan merawat bumi kita.
Untuk menyebut beberapa bukti empiris keberhasilan mencapai sehat pada pribadi-pribadi yang ber-ORHIBA dapat dijelaskan secara singkat, hal-hal sebagai berikut.
a. Sehat Fisik
Jumlah warga yang mengalami sehat fisik, yang semula diganggu suatu penyakit adalah paling banyak dapat ditemukan. Hampir 90 % Warga ORHIBA adalah berawal dari mengalami gangguan fisik (penyakit).
Beberapa penyakit yang secara empiris dilaporkan berhasil diatasi dengan melakukan ORHIBA, antara lain adalah :
· Gangguan kelainan jantung. Seorang yang sejak kecil mengalami gangguan jantung, hingga berusia 60 tahun, sejak ber-ORHIBA dan selama ini sudah ber-ORHIBA selama lebih dari 30 tahun, tidak pernah kumat.
· Ada orang yang mengalami kebocoran pada klep jantung dapat sembuh dari kebocoran klep tersebut setelah ber-ORHIBA selama tiga bulan.
· Gangguan ginjal. Ada banyak yang semula mengalami gangguan ginjal, seperti ginjal tidak berfungsi secara optimal, ada yang ginjalnya berfungsi hanya satu buah saja, hingga berusia 70 tahun, sejak ber-ORHIBA dan selama ini sudah ber-ORHIBA selama lebih dari 35 tahun, tidak pernah kumat.
· Perempuan/Ibu yang mengalami gangguan "kanker payudara", diantaranya sudah 20 tahun ber-ORHIBA, dari keadaan semula yang sangat parah, akhirnya dapat sembuh total.
· Ada juga yang mengalami gangguan hati (lever), yang kemungkinan akan berkembang menjadi kanker hati, dengan ber-ORHIBA sembuh dari mengalami gangguan hati.
· Ada sejumlah warga ORHIBA yang karena penyakit tbc, paru-parunya berlubang-lubang, dapat sehat kembali setelah ber-ORHIBA.
· Ada orang yang mengalami kelumpuhan total, dapat pulih setelah ber-ORHIBA 2-3 bulan.
b. Sehat mental
Ada beberapa yang dikenal mengalami stress, karena menghadapi tekanan bathin, setelah ber-ORHIBA ternyata dapat sembuh dan tidak tergantung lagi pada obat-obatan penenang yang sebelumnya selalu diberikan oleh dokter-jiwa, kalau stressnya kumat.
c. Sehat Sosial
Ada orang yang setelah tekun ber-ORHIBA sangat bersemangat meluaskan ORHIBA, pada hal sebelumnya orang itu berperilaku sebagai preman, memaksa-maksa orang lain memberikan dia uang.
Juga ada orang yang semula suka mabuk-mabukan dan perokok, setelah beberapa lama ber-ORHIBA kepemabukannya dan perokoknya hilang.
Ada yang semula sangat merasa rendah diri, sulit bergaul di tengah-tengah masyarakat, dan selalu berusaha mengasingkan diri dari masyarakat, setelah ber-ORHIBA dapat melakukan pergaulan dengan baik dan akhirnya mendapat pasangan hidup, yang semula tidak terbayangkan baginya untuk menikah.
d. Sehat Spiritual
Ada pengalaman dengan orang yang merasa dirinya terkena santet atau sakit karena dibikin oleh orang lain, dimana dia mengalami sakit kepala terus menerus dan sakit pada seluruh badan. Secara kedokteran, dengan diagnosa menggunakan peralatan kedokteran tidak ditemukan bahwa ada yang salah. Obat yang diberikan dokter tidak dapat menghilangkan rasa sakit yang dialami orang tersebut. Dengan melakukan ORHIBA suatu hari dari tubuhnya keluar potongan-potongan bambu yang panjangnya 4-5 cm yang jumlahnya puluhan dan beberapa potong kawat. Setelah benda demikian itu keluar dari tubuhnya, dia bebas dari sakit kepala dan sakit pada badannya. Jadi ORHIBA secara empiris terbukti dapat mengatasi penyakit yang disebabkan oleh bekerjanya kekuatan gaib yang negatif.
3. Penelitian ORHIBA
Sejak tahun 1994 atas prakarsa Yayasan ORHIBA Pusat telah dilakukan penelitian terhadap Warga ORHIBA. Hasil penelitian diharapkan akan menjadi informasi untuk penjelasan ilmiah, bagaimana ORHIBA dapat menjadi sarana untuk sehat. Sebagai peneliti utama ialah dr. June Luhulima dan kawan-kawan dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia Jakarta, bekerja sama dengan beberapa dokter dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hasil sementara penelitian menujukkan bahwa memang secara rata-rata Warga ORHIBA mempunyai tingkat kesehatan yang lebih baik dari masyarakat yang tidak ber-ORHIBA, namun belum kelihatan sesuatu yang signifikan membedakannya..
Penelitian masih tetap akan diteruskan agar pada suatu saat nanti ditemukan informasi untuk dapat menjelaskan mengapa dengan ORHIBA penyakit dapat disembuhkan.
Sehubungan dengan diadakannya rangkaian penelitian, maka Yayasan ORHIBA Pusat melengkapi kepengurusannnya sejak 1994 dengan Komisaris Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) ORHIBA.
4. ORHIBA Bukan Perkumpulan
Komunitas Warga ORHIBA tidak terorganisasi seperti halnya suatu perkumpulan masyarakat lainnya, yang memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Tidak ada catatan nama anggota seperti pada perkumpulan (organisasi) kemasyarakatan lainnya. Tidak ada suatu ketentuan yang mengikat, yang mengikat antara Warga ORHIBA dengan Yayasan ORHIBA, seperti uang pangkal, uang iuran dan lain-lain kewajiban serta hak-hak tertentu.
ORHIBA pada hakekatnya tidak mengenal pelatih seperti pada cabang olah raga yang lain, dalam arti seorang yang tahu mendalam tentang teknik-teknik olah raga. Pelatih yang pernah ditetapkan di Wisma ORHIBA Bali pada tahun 1993 adalah sekedar untuk melengkapi keberadaan Wisma ORHIBA sebagai Pusat Latihan Nasional, yang disiapkan untuk sewaktu-waktu melayani masyarakat yang mau ber-ORHIBA.
Setiap Warga ORHIBA, orang yang telah menjalankan ORHIBA, dapat memberikan kepada orang lain aturan atau cara-cara untuk ber-ORHIBA, dengan mencontohkan apa yang telah dilakukan sesuai dengan aturan melakukan ORHIBA.
· ORHIBA Sarana Memelihara Diri Yang Sehat Tetap Sehat
ORHIBA yang dimasyarakatkan pada masa sekarang ini adalah Olah Raga Badan Daging Melihat Langit Biru atau juga disebut Olah Raga Tunggal. Dengan sarana olah raga tersebut seseorang dapat memelihara dirinya yang sehat untuk sehat selama-lamanya, dengan syarat harus menjalankan ORHIBA dengan tertib, teratur, serta dengan sepenuh hati.
Selama bergerak, melakukan olah raga tersebut, badan (tubuh) daging harus tetap ditegangkan secara merata. Gerakannya ialah memutar lengan secara teratur disertai dengan menaik-turunkan tumit, seirama dengan gerakan lengan.
Sasaran langsung gerakan tersebut dimaksudkan untuk menguatkan tulang punggung (tulang belakang) agar tulang belakang jangan membengkok, seperti umumnya terjadi pada orang tua yang menjadi bungkuk dengan bertambahnya usia.
Tulang belakang dianggap merupakan "soko guru" (tiang penyangga utama) tubuh manusia, sebagai makhluk Tuhan yang berjalan tegak. Tujuan untuk menguatkan tulang belakang (punggung) harus menjadi perhatian utama pada setiap pelaku ORHIBA. Gerakan yang dilakukan harus sedemikian rupa sehingga dampaknya akan segera dirasakan guna menguatkan tulang punggung.
Gerakan tubuh yang dapat diamati dari luar, dapat dibantu oleh orang lain upaya memperbaiki gerakan ke arah yang sesuai dengan aturan. Namun disamping gerakan fisik, yang dapat dilihat atau diamati oleh orang lain, ada banyak faktor bathiniah, yang tidak dapat diketahui oleh orang lain, yang justru sangat menentukan keberhasilan ORHIBA dalam mengantarkan seseorang pribadi ke arah sehat, kuat dan hidup.
Dengan menjalankan ORHIBA seseorang diharapkan akan mengembangkan sikap mental baru, yang sesuai dengan sikap mental yang diajarkan di dalam ajaran agama, yaitu sikap mental untuk menjadi landasan perilaku yang utama atau mulia sebagai makhluk Tuhan.
Hal-hal mendasar yang harus dikembangkan, bahkan harus secara sadar ditumbuhkan oleh pelaku ORHIBA, adalah :
ü Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.. Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat bervariasi antara pribadi, yang kalau mau kita beri nilai bisa saja berkisar dari 0 hingga 100. Warga ORHIBA harus berjuang untuk membulatkan percayanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga mencapai keyakinan yang 100 %. Dasar pembangunan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa adalah Buku Suci, yang menjadi Pokok Ajaran agama masing-masing, apa pun agama yang dianut. ORHIBA bukan aliran kepercayaan, karena ORHIBA tidak mengajarkan tentang bentuk kepercayaan selain dari percaya penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana diajarkan dalam agama masing-masing. Apa pun pemikiran tentang Tuhan (theologi) yang diajarkan dalam suatu agama, dapat menjadi titik tolak untuk menuju kepada keyakinan yang 100 % kepada Tuhan Yang Maha Esa. Itulah yang hendak dituju. Setiap Warga ORHIBA harus menjadikan sekecil apa pun pertumbuhan yang dialami dalam menuju sehat, kuat dan hidup, harus dijadikan kesyukuran kepada Tuhan, guna lebih jauh menghayati kebenaran Tuhan sesuai ajaran agama masing-masing, sampai mencapai yakin penuh kepada keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam hal ini, diharapkan bahwa orang yang semula atheis, tidak percaya kepada Tuhan atau tidak peduli dengan ajaran ketuhanan, menjadi tumbuh keyakinannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
ü Pengakuan bahwa Badan Daging adalah Ciptaan Hidup dari Tuhan Yang Maha Esa. Pemahaman arti dari Badan Daging yang Hidup dapat dijelaskan dengan keberadaan bayi dalam rahim. Proses terjadinya bayi dalam rahim adalah Karya Ilahi, Pekerjaan Tuhan. Karya Tuhan yang sangat mengagumkan. Perhatikanlah bagaimana terjadinya seorang bayi dalam rahim. Bermula dari persatuan dua buah sel, yaitu sel telur dari si ibu dan satu sel sperma dari si bapak, terjadi proses yang memakan waktu sekitar sembilan bulan dua minggu, sehingga terbentuk bayi dengan kelengkapan tubuh yang sudah sempurna sebagai manusia. Persatuan dua sel bibit sudah berkembang menjadi milyaran sel, dengan sifat dan bentuk yang beraneka ragam, tetapi bekerja harmonis menjadi satu bangunan "Badan Daging". Sungguh Ajaib. Jelas sekali bahwa adanya proses dari persatuan dua sel sehingga membentuk wujud manusia merupakan proses kehidupan, yang bersifat badan daging. Pada masa dalam rahim ibu si bayi belum mempunyai fikiran, perasaan dan ingatan bahkan tanpa nafas, tetapi tidak dapat dimungkiri bahwa dia hidup. Oleh karena itu ORHIBA dalam tujuannya dirumuskan bahwa ber-ORHIBA adalah untuk mengembalikan Hak Asal Badan Daging. Badan Daging yang semula sudah dapat hidup tanpa roh, tanpa jiwa dan tanpa nafas, karena dipakai oleh roh dan jiwa sudah kehilangan hak hidupnya dan gampang kena penyakit dan mengalami kerusakan. Untuk mengembalikan hak asal badan daging Warga ORHIBA diajak untuk membangun kesadaran untuk mengasihi, menghargai dan menghormati hak hidup badan dagingnya sendiri.
ü Untuk dapat mengembalikan hak hidup asal badan daging, maka badan daging harus dikasihi/disayangi dengan sepenuh hati. Kehidupan yang sedang berjalan, yang dikatakan sebagai kehidupan yang sangat duniawi atau sekuler, melupakan akan halnya keberadaan Tuhan Yang Maha Esa harus diubah oleh setiap pribadi yang mau menerima ORHIBA dan tentunya mau berhasil mencapai sehat-kuat dan hidup dengan ORHIBA. Menyayangi badan daging harus ditumbuhkan secara sadar dan sungguh-sungguh, karena kita meyakini badan daging itu adalah Ciptaan Tuhan Yang Keramat.
ü Hasrat agar Badan Daging kembali hidup menurut Hak Hidup Aslinya. Oleh karena perkenan Tuhan untuk roh/jiwa memakai badan sebagai alat untuk kesempurnaan roh/jiwa, maka untuk mengembalikan hak asal badan daging harus ditumbuhkan hasrat yang kuat, secara sadar dan dengan tekad yang kuat. Kalau tidak, mustahil Badan Daging akan dapat kembali kepada Hak Hidup Asal.
· Revolusi Dalam Diri Untuk Mengenal Diri dan Hidup
Untuk mengembalikan Hak Asal Badan Daging, yang sudah dipakai sebagai pondok atau rumah atau juga alat oleh roh/jiwa, perlu tekad dan kesungguhan hati untuk menaklukkan roh/jiwa. Untuk hidup dalam masyarakat perlu ada jiwa. Tetapi jiwa yang sedang berkuasa di dalam badan manusia sekarang ini, masih jauh dari jiwa yang sempurna. Tuhan sudah mengajarkan tentang kesempurnaan jiwa dalam ajaran agama yang sudah ada, namun manusia belum mampu menjalin hubungan yang sesuai dengan ajaran Tuhan.
Jiwa yang masih belum sempurna harus ditundukkan dan jiwa sempurna perlu ditumbuhkan-kembangkan. ORHIBA itu merupakan sarana berjuang dalam diri sendiri, ber-Revolusi Dalam Diri, mengalahkan roh/jiwa sendiri. Jiwa adalah kekuatan yang kontroversial. Jiwa yang sempurna menjadi penentu arah hidup yang baik dan benar, sebagai kendali dalam kehidupan manusia. Tetapi jiwa yang belum sempurna, yang tercekoki oleh watak atau sifat egois menjerumuskan kehidupan kepada kerusakan dan kekacauan. Roh/jiwa yang belum sempurna itulah yang harus ditundukkan agar jiwa itu sadar, sehingga menjadi jiwa baru yang takluk kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tuhan sudah menurunkan ajaran untuk kesempurnaan rohani/jiwani yang terangkum dalam Buku-Buku Suci Agama-agama besar di dunia, mulai dari Agama Hindu, Agama Budha, Agama Jahudi, Agama Kristen dan Agama Islam. Yang menjalankan ORHIBA diajak untuk mendalami agamanya masing-masing dengan menemukan hakekat inti ajaran Tuhan Yang Maha Esa. Inti hakekatnya satu, walau pun syariatnya berbeda-beda, yaitu Cinta Kasih.
Warga ORHIBA diajak untuk menghayati Kebenaran Yang Satu itu, dan berjuang untuk dapat menjadikan Cinta Kasih sebagai landasan dalam menjalankan hidup dan kehidupan sehari-hari, agar dalam era globalisasi, dimana bumi sudah relatif kecil serta sentuhan antar bangsa dengan budaya yang berbeda semakin intens. Kalau tidak demikian, maka dapat terjadi bahwa sentuhan budaya yang berbeda akan menjadi penyebab timbulnya ketegangan antar kelompok masyarakat, bahkan antar bangsa. Hasil dari ketegangan antar kelompok masyarakat akan menjadi sumber bentrok bahkan perang, yang alhasil akan sama-sama merugi.
Pada masa sekarang ini masyarakat manusia sedang dikuasai roh/jiwa yang belum sempurna. Oleh karena roh/jiwa yang menguasai manusia adalah roh/jiwa yang belum sempurna, masyarakat manusia mengalami banyak keruwetan dalam hidup dan kehidupan, oleh karena jiwa mempunyai kemampuan untuk "akal-akalan", dalam mencari pembenaran. Banyak terjadi bahwa yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi dianggap benar. Itulah sifat kontroversial dari jiwa yang belum sempurna, karena dapat "membengkokkan yang lurus" dan "meluruskan yang bengkok". Jarang sekali akan ditemukan orang yang dapat hidup dengan "lurus" di Jalan Tuhan, dengan peri kemanusiaan yang sempurna.
Dengan mengembalikan Hak Asal Badan Daging melalui ORHIBA, diharapkan pelaku ORHIBA mulai dapat memilah atau mengenal diri dan hidupnya. Yang disebut sang Diri adalah Badan Daging, yang nyata dapat dijamah, dilihat dan diraba. Sedangkan dalam diri terdapat kekuatan gaib yang dikenal sebagai jiwa, meliputi nafsu, perasaan, pikiran dan ingatan. Nafsu, perasaan, pikiran dan ingatan dan lain-lain merupakan sesuatu yang hidup memakai badan, belum banyak memahaminya.
Dengan orang (manusia) memiliki Badan Daging Hidup, diharapkan akan bertumbuh kesadaran untuk selalu ingat kepada Tuhan serta menyadari kewajiban manusia yang mulia, untuk menjalankan kehidupan berdasarkan kebenaran.

Rabu, 14 Maret 2012

Langkah Menuju Kesempurnaan Manusia

LANGKAH MENUJU KESEMPURNAAN MANUSIA

Seseorang yang semula sakit dan dengan ber-ORHIBA dapat pulih kesehatannya, hendaknya sadar akan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Kesehatan itu adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada tempat dimana orang menjual sehat. Imbalannya dari karunia Tuhan itu apa ? Bila kita melihat sejarah perkembangan manusia dalam hidup berketuhanan, melalui Buku Suci yang diwahyukan oleh Tuhan melalui para Rasul dan Nabi-Nabi, manusia dituntun untuk menyempurnakan dirinya. Demikian banyak Nabi dan Rasul sudah diturunkan Tuhan dengan membawa ajaran-ajaran yang seyogyanya diturut dan dijadikan pedoman hidup oleh manusia, menunjukkan bahwa Tuhan menghendaki kita manusia ini semakin sempurna. Bagi yang mencapai sehat karena ORHIBA harus menyadari akan Kasih Tuhan Yang Maha Esa kepada diri manusia. Untuk mencegah penyakit itu kambuh kembali janganlah setelah mencapai SEHAT dengan ber-ORHIBA itu janganlah berhenti ber-ORHIBA. ORHIBA harus terus dijalankan, bahkan dengan lebih bersungguh-sungguh dan tekun dalam rangka semakin menyempurnakan diri sebagai manusia. Setelah badan daging bebas dari penyakit, seharusnya dengan ber-ORHIBA warga ORHIBA meningkatkan diri lebih jauh untuk mencapai KUAT. Lebih jauh lagi, setelah kuat semestinya mencapai HIDUP. Memperjuangkan SEHAT, KUAT dan HIDUP seyogyanya DISADARI oleh segenap warga ORHIBA adalah imbalan bagi Kasih Tuhan Yang Maha Esa terhadap karuniaNYA yang tidak terbatas. Dengan kata lain warga ORHIBA, diajak dengan sarana ORHIBA membangun dan memelihara Semangat untuk menyempurnakan diri. ORHIBA adalah langkah awal meniti Jalan Menuju Kesempurnaan Diri dan Hidup, yang intinya adalah mencintai setulus hati Badan Daging sebagai Ciptaan Hidup dari Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam kehidupan masyarakat, karena manusia adalah makhluk sosial, agama sudah memberi rambu-rambu bagaimana seharusnya manusia berperilaku dalam masyarakatnya agar terwujud masyarakat yang damai dan sejahtera. Masing-masing penganut ajaran agama harus mendalami agama masing-masing serta menjadikan landasan dalam mengembangkan cipta, rasa, karsa dan karya guna membangun masyarakat yang damai, walau pun dengan keberagaman keyakinan.

Bagi yang percaya kepada Tuhan dan menganut suatu agama, ajaran agama harus menjadi tuntunan membangun moralitas yang mulia. Dengan moralitas yang mulia itulah pada akhirnya akan terbangun Pribadi dengan watak yang mulia, menjadi manusia yang memiliki integritas.

Dalam era globalisasi, dimana persentuhan budaya yang berbeda semakin intens, Jalan Cinta Kasih merupakan satu-satunya pilihan untuk mengakhiri segala bentuk pertentangan. Bagi kita yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Jalan Cinta Kasih merupakan ajaran tertinggi dari Tuhan, yang secara tersurat dan tersirat, ada dalam semua agama. Kecendrungan manusia untuk hidup berkelompok dan bersikap ofensif terhadap kelompok lain harus diakhiri dengan sikap Cinta-Kasih, saling menghargai dan mengayomi. Ajaran yang menjadi inti dari semua agama, secara hakekat, adalah mencintai sesama seperti mencintai diri sendiri.

Dunia yang kacau, bumi dan lingkungan yang rusak harus menjadi perhatian semua penghuni bumi, tanpa terikat pada perbedaan-perbedaan pandangan, tetapi mencoba untuk menemukan kesamaan-kesamaan yang ada pada semua pihak, untuk dapat mengutamakan kegotong royongan, tolong menolong dalam mengatasi masalah bersama, menyelamatkan bumi ini dari kerusakan yang berkelanjutan. Secara ketuhanan, jalan menuju kepada persatuan dan kesatuan, untuk saling memperhatikan dan tolong menolong itu, justru karena keberadaan yang sangat majemuk, sudah tersirat dalam apa yang menjadi inti semua ajaran agama, ialah CINTA – KASIH.

Penerapan Cinta Kasih oleh manusia dalam kehidupan, agar setiap pribadi makin mampu untuk mencintai orang lain sama seperti mencintai dirinya sangat mendesak untuk mengatasi kesenjangan ikatan bathin antar manusia yang semakin intensif interaksinya dalam dunia yang semakin mengglobal. Karena kemajuan teknologi, manusia semakin tidak dibatasi oleh ruang dan waktu lagi, sehingga dapat makin mudah berinteraksi satu sama lain, namun kedekatan secara fisik/lahiriah itu belum diimbangi dengan kedekatan secara bathiniah.

Di dunia ada golongan masyarakat, yang ekstrim tidak percaya kepada Tuhan atau tidak mempersoalkan ada atau tidaknya Tuhan Yang Maha Esa. Dalam memecahkan masalah kehidupan mereka bersandar pada kemampuan diri sendiri, berdasarkan pada kemampuan berfikir secara rasional, menurut Ilmu Pengetahuan (Science). Kelompok masyarakat yang demikian itu tidak menyertakan adanya kurnia (rahmat, hidayah) dari Tuhan Yang Maha Esa dalam memecahkan suatu masalah. Golongan yang demikian ini, apabila ber-ORHIBA serta dapat mengembalikan Hak Hidup Asal Badan Dagingnya diharapkan akan tumbuh keyakinan akan adanya Tuhan. Kekuatan Dalam Dirinya adalah bagian dari kekuatan Tuhan. Dengan demikian perhatian terhadap sesama manusia, dalam menerapkan Hak Azasi Manusia, tidaklah semata-mata karena alasan kemanusiaan, tetapi terkait pada pengakuan akan adanya peran kekuatan Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam kehidupan yang dikatakan sebagai dunia modern, golongan masyarakat yang mendasarkan hidup dan kehidupan pada Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tidak dapat diingkari keberadaannya. Justru golongan masyarakat yang demikian itulah yang sedang memegang "hegemoni" atas bangsa-bangsa/negara yang kurang menguasai Ilmu dan Teknologi. Namun para ilmuwan dan teknolog harus sadar bahwa dampak yang terjadi karena penerapan ilmu dalam teknologi mempunyai dampak negatif yang sukar diatasi.

Jiwa manusia yang belum sempurna, yang melihat kehidupan hanya dari satu wawasan saja harus disempurnakan untuk melihat secara baru kehidupan secara utuh baik dari sisi rasional maupun dari sisi keyakinan.

Bertitik tolak dari keberadaan manusia dengan oknum-oknum yang ada dalam diri manusia, yaitu adanya ROH, JIWA dan BADAN, Jalan Baru yang dimaksud dapat digambarkan secara visual sebagai di bawah ini.

Masing-masing oknum mempunyai jalan kesempurnaan yang berbeda-beda, yang satu menegasikan yang lain. Jalan Hidup Rohaniah menganggap keberadaan badan adalah hanya alat bagi pencapaian tujuan hidup roh. Akhir tujuan yang hendak dicapai dari Jalan Hidup Rohaniah adalah kesempurnaan roh. Secara ekstrim, badan daging dianggap menjadi penghambat dalam mencapai kesempurnaan hidup secara rohaniah.

Jalan Hidup Jiwaniah tidak jauh berbeda dengan jalan hidup rohaniah, juga menganggap keberadaan badan adalah hanya alat bagi pencapaian kesempurnaan jiwa. Kehidupan jiwani bermanfaat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Dengan perkembangan jiwani, manusia sudah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk berbagai kepentingan kehidupan manusia. Namun tidak dapat diingkari adanya dampak negatif, yang di sisi lain menyulitkan dan menyusahkan kehidupan manusia.

Jalan Hidup dari Badan Daging Hidup, seperti halnya bayi dalam rahim, dalam hidupnya tidak memerlukan roh, jiwa bahkan nafas. Hidup Badan Daging ini merupakan hal baru, yang baru diperkenalkan dan karenanya baru dikenal di lingkungan Warga ORHIBA.

M

Bagi manusia yang hidup rohani pedoman hidupnya adalah “rasa”. Ketajaman rasa diasah dengan macam-macam latihan yang sifatnya rohaniah. Manusia yang hidup jiwaniah menjadikan akal pikiran sebagai pedoman hidupnya. Manusia yang hidup Badan Daging menggunakan wajah dan sinar mata sebagai pedoman hidup.

Tetapi dari mana asal muasal adanya Badan, Roh dan Jiwa? Kita yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak mau susah-susah mencari tahu secara ilmiah dari mana asal muasalnya itu; kita yakin bahwa ketiga oknum itu adalah Ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Olah karena ketiga oknum dalam diri manusia itu tercipta oleh Tuhan Yang Maha Esa, maka untuk kesempurnaannya tentu juga tergantung pada ketetapan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena dalam kehidupan nyata ini, jiwalah yang berperan utama, maka jiwa yang harus diubah dan disempurnakan dalam rangka menjalankan apa yang diajarkan Tuhan dan diyakini dalam kemurniannya.

Perhatikan gambar kubus di atas.

Jalan Hidup Berketuhanan (secara rokhaniah), adalah jalan hidup yang menjadi pilihan hidup rokhaniah, yang intinya adalah dengan pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa, digambarkan dengan vektor OA.

Jalan Hidup Jiwaniah, adalah dasar kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, digambarkan dengan vektor OB, yang sama besar dan berkedudukan komplementer terhadap vektor OA.

Jalan Hidup Badan Daging adalah vektor OC, berkedudukan komplementer (membentuk sudut 90o) terhadap vektor OA dan vektor OB.

Jalan Baru ialah Jalan Cinta Kasih atau JALAN MENUJU KESEMPURNAAN MANUSIA, Jalan Persatuan Hidup Lahir dan Bathin, digambarkan dengan Vektor OM, sebagai resultante dari ketiga vektor sebelumnya.

Jalan Hidup dari golongan manusia yang yakin kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang digambarkan dengan vektor OA, adalah dengan berpasrah secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam bentuk yang ekstrim, jalan hidup yang demikian itu akan sulit dijalankan di tengah-tengah masyarakat. Mereka yang memang menghendaki keselamatan penuh dari Tuhan Yang Maha Esa, akan cenderung untuk meninggalkan kehidupan yang duniawi. Seharusnya memang demikian, oleh karena jalan hidup duniawi itu penuh dengan dosa, karena roh/jiwa manusia yang ada di masyarakat masih jauh dari sempurna.

Jalan Hidup Jiwani untuk dapat mewujudkan masyarakat yang damai dan sejahtera digambarkan dengan vektor OB. Jalan Kesempurnaan itu sudah diajarkan oleh Tuhan melalui AlQuran, dicontohkan dalam pelaksanaannya oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Jalan Hidup Badan Daging digambarkan dengan vektor OC. Inilah hal baru yang diperkenalkan melalui ORHIBA (Olah Raga Badan Daging). Dari beberapa olah raga hidup yang ada dalam perkembangannya antara tahun 1941-1970, akhirnya diputuskan mempersatukan dalam satu olah raga hidup yang disebut Olah Raga Badan Daging Melihat Langit Biru (Olah Raga Tunggal), yang merupakan olah raga untuk menyempurnakan ketiga oknum dalam diri manusia.

ORHIBA, sebagai sarana untuk mencapai kesehatan fisik dan mental, menuju kesempurnaan lahir dan bathin, merupakan sarana bagi siapa pun yang percaya kepada Tuhan, untuk mewujudkan cita-cita untuk hidup seimbang dunia-akhirat.

Arah kehidupan yang seimbang antara hidup duniawi dan akhirat digambarkan dengan arah OM, yang dijalankan dengan niat atau hasrat membangun pribadinya sebagai manusia dengan watak yang mulia. Inilah cita-cita ORHIBA, membangun Manusia Baru, yang percaya 100 % akan kedaulatan Tuhan Yang Maha Esa dan dapat menjalankan kehidupan duniawi (bergaul dengan sesama manusia dan makhluk serta mencintai alam) dengan landasan ajaran Tuhan/Agama.

Untuk keberhasilan menjalankan ORHIBA menuju kepada tujuan untuk sehat, kuat dan hidup secara lahir dan bathin, apalagi kalau mau menuju kearah kesempurnaan sebagai MANUSIA, setiap saat (bukan hanya sewaktu-waktu) harus SADAR; perlu mawas diri apakah apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuat sudah di Jalan Tuhan. Haruslah dalam hidup sehari-hari mempraktekkan jalan hidup yang mengedepankan dan mengutamakan cinta-kasih.

Mengulang hal-hal yang penting, yang perlu menjadi perhatian, untuk melangkah menuju Kesempurnaan sebagai Manusia, adalah :

1. Percaya Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita harus memiliki kebulatan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu pelaksanaan orang yang percaya penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, adalah menerima semua kebenaran berasal dari DIA. Tuhan Yang Maha Esa adalah PEMEGANG KEDAULATAN TERTINGGI DI ALAM SEMESTA. Tiada suatu makhluk yang diciptakanNYA yang dapat menentang ketetapanNYA. DIA ASAL MUASAL SEGALA KEJADIAN. DIA ada di atas segala yang ada sebagai ciptaanNYA. Manusia harus berjuang untuk mengangkat kesadaran kemanusiaan atas landasan keyakinan yang penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kalau keyakinan itu dapat mencapai keyakinan yang penuh, mudah-mudahan Tuhan berkenan untuk memberi kesadaran yang berimbang antara melihat perbedaan dan kesamaan yang ada dari berbagai ajaran Tuhan Yang Maha Esa, mulai dari Kebenaran yang diajarkan oleh para Maha Rsi yang terhimpun dalam Weda, kebenaran yang diajarkan oleh Sidharta Gautama, Alkitab, AlQuran dan akhirnya ORHIBA.

2. PENGAKUAN bahwa Badan Daging itu adalah CIPTAAN HIDUP DARI TUHAN YANG MAHA ESA. Ini merupakan hal baru, yang sebelumnya belum kita sadari. Pada manusia yang hidup secara rohaniah roh adalah yang utama. Pada manusia jiwaniah, jiwalah yang utama. Pada Manusia Daging, Badan Daginglah yang utama. Kalau kita memikirkan tentang keberadaan manusia, apakah mungkin kita eksis tanpa badan daging? Untuk menuju kearah kesempurnaan sebagai manusia, haruslah menempatkan roh, jiwa dan badan daging sebagai satu kesatuan, bahkan badan daging yang utama, karena tanpa badan daging hilanglah kemanusiaan kita. Sebelum kita diperkenalkan dengan keberadaan ketiga oknum sebagai yang sama-sama ciptaan Tuhan, bila berbicara tentang kesempurnaan manusia maka yang disempurnakan adalah roh dan jiwa. Belum terbayang akan adanya Kesempurnaan Badan Daging. Dengan adanya ORHIBA, maka mulailah terbuka Jalan Baru untuk menuju Kesempurnaan Manusia secara Utuh.

3. Mengasihi Badan Daging. Untuk menjadi Manusia eksitensinya sangat ditentukan oleh adanya Badan Daging. Tatkala Badan Daging sudah rusak, roh/jiwa tidak dapat lagi mendiaminya, dan manusia dikatakan mati. Badan Daging yang tidak hidup, merupakan alat bagi roh dan jiwa demi roh dan jiwa mewujudkan keinginannya, serta dapat bertumbuh kearah kesempurnaannya. Berkat jasa badanlah roh/jiwa dapat mengejawantahkan kehendaknya dan dapat tumbuh makin sempurna. Dengan ORHIBA kita disadarkan bahwa Badan Daging itu Ciptaan Hidup dari Tuhan Yang Maha Esa. Kalau Badan Daging rusak, tidak mungkinlah Badan Daging itu direstorasi kembali seperti sebelumnya. Oleh karena itulah Badan Daging perlu dipelihara untuk tidak cepat rusak. Dengan demikian umur dapat diperpanjang untuk memberi kesempatan roh/jiwa menyempurnakan dirinya. Untuk itu haruslah ditumbuhkan perasaan dan pikiran untuk menyayangi Badan Daging, mengasihinya agar Badan Daging itu dapat Hidup menurut kehendak dari Hyang Penciptanya (Tuhan Yang Maha Esa). Itu harus dijalankan dengan sepenuh hati, sungguh-sungguh, sehingga tidak sekedar mengasihi, tetapi dapat mencapai kasih yang mendalam.

4. Melihat Langit Biru. Sebelum bergerak perasaan, pikiran dan ingatan ditujukan ke Langit Biru dan Alam Semesta, dimana kita perlu menyadari bahwa Kekuatan Hidup yang ada di dalam Badan Daging satu adanya dengan Kekuatan Hidup yang bekerja dan mengatur Alam Semesta. Kekuatan Alam Semesta, yang menghidupkan dan mengatur jalannya benda-benda langit di alam semesta itulah yang digambarkan dalam pikiran dan ingatan sebagai Langit Biru. Langit Biru itu memuat Zat dan Tenaga Hidup bagi Alam Semesta dan segala isi alam. Dia itu kita sebut sebagai Zat dan Kuasa Hidup Alam.

5. Hasrat atau Niat yang Membaja. Untuk mengembalikan Hak Asal Badan Daging, agar Badan Daging Hidup sebagaimana kehendak Tuhan Yang Maha Pencipta, maka harus ditumbuhkan Niat yang sungguh-sungguh atau Hasrat yang membaja, bahwa memang benar-benar kita menghendaki agar Badan Daging itu hidup sebagaimana kehendakNYA. Perasaan, pikiran dan ingatan yang sudah diarahkan sebelumnya kepada Tuhan, Badan Daging sendiri dan Langit Biru, akhirnya dipersatukan menjadi satu, ialah HASRAT DIRI YANG MEMBAJA. Kalau hasratnya tidak sungguh-sungguh tentu sukar diharapkan akan berhasil mencapai Hidup Badan Daging. Setiap kali perasaan, atau pikiran atau ingatan melayang ke arah lain, yang selain dari Tuhan, Badan Daging sendiri dan Langit Biru/Alam, harus disatukan lagi dalam Hasrat agar Badan Daging Hidup.

6. Lepaskan Alas Kaki. Dalam melakukan ORHIBA kaki harus bersentuhan langsung dengan tanah/bumi. Sentuhan kaki dengan bumi akan menjadi saluran perputaran Tenaga Hidup antara alam dan Badan Daging. Sepatu, atau sandal dan kaus kaki harus dilepaskan, sehingga badan kita melalui sentuhan kaki dapat berhubungan langsung dengan alam. Bagi pria sebaiknya tanpa memakai baju, cukup dengan bercelana saja. Bagi wanita tentu harus menyesuaikan, tetap berpakaian yang sopan, sehingga tidak menjadi perhatian orang yang melihat.

7. Demikian dari butir 1 hingga butir 5 di atas adalah persyaratan bathin yang diperlukan agar dengan ORHIBA yang dijalankan dapat dicapai hasilnya secara optimal. Disamping persyaratan bathin, sikap dan gerakan secara fisik juga turut menentukan. Selama bergerak Badan Daging harus ditegangkan secara merata dari ujung kaki hingga ujung rambut (kepala). Tanpa menegangkan badan secara merata hasil olah raga itu kurang optimal.

8. Putaran tangan/lengan harus dengan putaran yang teratur. Gerakan memutar lengan jangan sampai patah-patah. Lengan diputar dan dilempar selebar-lebarnya. Tatkala baru mulai melakukan ORHIBA jumlah putaran sesuaikan dengan kemampuan, misalnya mulai dengan 25 putaran dulu. Pelan-pelan sejalan dengan waktu, jumlah putaran ditambah terus-menerus, sehingga dapat mencapai 210 putaran. Jumlah 210 putaran itulah yang dipertahankan terus. Kecepatan putaran lengan tergantung pada irama masing-masing, Boleh dilakukan dengan perlahan atau pun dengan kencang. Kalau kita sudah dapat melakukan dengan baik, serta sudah meyakini bahwa Badan Daging sudah hidup, gerakan akan menjadi teratur karena diatur dari dalam Badan Daging sendiri. Kecepatan gerakan lengan akan menyesuaikan dengan detak jantung kita.

9. Naik-turun tumit. Sejalan dengan putaran lengan, diikuti dengan menekan tulang ekor ke belakang, demikian rupa sehingga bersamaan dengan saatnya lengan jatuh ke arah belakang melewati telinga tulang ekor ditekan ke belakang. Dengan demikian tumit akan naik-turun dengan teratur.

10. Pernafasan selama bergerak jangan difikirkan. Bernafaslah dengan bebas, atau bernafas biasa. Jangan menahan nafas. Untuk menjaga supaya pernafasan berjalan biasa, maka selama bergerak mulut (bibir) dibuka sedikit.

11. Pusat-pusat kekuatan, mulai dari ujung kaki hingga lutut, lalu pada pinggul, pada bahu, leher, harus diperhatikan agar selama bergerak jangan mengendor. Kalau terasa mengendor harus segera dikembalikan hingga tetap menegang.