Rabu, 14 Maret 2012

Langkah Menuju Kesempurnaan Manusia

LANGKAH MENUJU KESEMPURNAAN MANUSIA

Seseorang yang semula sakit dan dengan ber-ORHIBA dapat pulih kesehatannya, hendaknya sadar akan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Kesehatan itu adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada tempat dimana orang menjual sehat. Imbalannya dari karunia Tuhan itu apa ? Bila kita melihat sejarah perkembangan manusia dalam hidup berketuhanan, melalui Buku Suci yang diwahyukan oleh Tuhan melalui para Rasul dan Nabi-Nabi, manusia dituntun untuk menyempurnakan dirinya. Demikian banyak Nabi dan Rasul sudah diturunkan Tuhan dengan membawa ajaran-ajaran yang seyogyanya diturut dan dijadikan pedoman hidup oleh manusia, menunjukkan bahwa Tuhan menghendaki kita manusia ini semakin sempurna. Bagi yang mencapai sehat karena ORHIBA harus menyadari akan Kasih Tuhan Yang Maha Esa kepada diri manusia. Untuk mencegah penyakit itu kambuh kembali janganlah setelah mencapai SEHAT dengan ber-ORHIBA itu janganlah berhenti ber-ORHIBA. ORHIBA harus terus dijalankan, bahkan dengan lebih bersungguh-sungguh dan tekun dalam rangka semakin menyempurnakan diri sebagai manusia. Setelah badan daging bebas dari penyakit, seharusnya dengan ber-ORHIBA warga ORHIBA meningkatkan diri lebih jauh untuk mencapai KUAT. Lebih jauh lagi, setelah kuat semestinya mencapai HIDUP. Memperjuangkan SEHAT, KUAT dan HIDUP seyogyanya DISADARI oleh segenap warga ORHIBA adalah imbalan bagi Kasih Tuhan Yang Maha Esa terhadap karuniaNYA yang tidak terbatas. Dengan kata lain warga ORHIBA, diajak dengan sarana ORHIBA membangun dan memelihara Semangat untuk menyempurnakan diri. ORHIBA adalah langkah awal meniti Jalan Menuju Kesempurnaan Diri dan Hidup, yang intinya adalah mencintai setulus hati Badan Daging sebagai Ciptaan Hidup dari Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam kehidupan masyarakat, karena manusia adalah makhluk sosial, agama sudah memberi rambu-rambu bagaimana seharusnya manusia berperilaku dalam masyarakatnya agar terwujud masyarakat yang damai dan sejahtera. Masing-masing penganut ajaran agama harus mendalami agama masing-masing serta menjadikan landasan dalam mengembangkan cipta, rasa, karsa dan karya guna membangun masyarakat yang damai, walau pun dengan keberagaman keyakinan.

Bagi yang percaya kepada Tuhan dan menganut suatu agama, ajaran agama harus menjadi tuntunan membangun moralitas yang mulia. Dengan moralitas yang mulia itulah pada akhirnya akan terbangun Pribadi dengan watak yang mulia, menjadi manusia yang memiliki integritas.

Dalam era globalisasi, dimana persentuhan budaya yang berbeda semakin intens, Jalan Cinta Kasih merupakan satu-satunya pilihan untuk mengakhiri segala bentuk pertentangan. Bagi kita yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, Jalan Cinta Kasih merupakan ajaran tertinggi dari Tuhan, yang secara tersurat dan tersirat, ada dalam semua agama. Kecendrungan manusia untuk hidup berkelompok dan bersikap ofensif terhadap kelompok lain harus diakhiri dengan sikap Cinta-Kasih, saling menghargai dan mengayomi. Ajaran yang menjadi inti dari semua agama, secara hakekat, adalah mencintai sesama seperti mencintai diri sendiri.

Dunia yang kacau, bumi dan lingkungan yang rusak harus menjadi perhatian semua penghuni bumi, tanpa terikat pada perbedaan-perbedaan pandangan, tetapi mencoba untuk menemukan kesamaan-kesamaan yang ada pada semua pihak, untuk dapat mengutamakan kegotong royongan, tolong menolong dalam mengatasi masalah bersama, menyelamatkan bumi ini dari kerusakan yang berkelanjutan. Secara ketuhanan, jalan menuju kepada persatuan dan kesatuan, untuk saling memperhatikan dan tolong menolong itu, justru karena keberadaan yang sangat majemuk, sudah tersirat dalam apa yang menjadi inti semua ajaran agama, ialah CINTA – KASIH.

Penerapan Cinta Kasih oleh manusia dalam kehidupan, agar setiap pribadi makin mampu untuk mencintai orang lain sama seperti mencintai dirinya sangat mendesak untuk mengatasi kesenjangan ikatan bathin antar manusia yang semakin intensif interaksinya dalam dunia yang semakin mengglobal. Karena kemajuan teknologi, manusia semakin tidak dibatasi oleh ruang dan waktu lagi, sehingga dapat makin mudah berinteraksi satu sama lain, namun kedekatan secara fisik/lahiriah itu belum diimbangi dengan kedekatan secara bathiniah.

Di dunia ada golongan masyarakat, yang ekstrim tidak percaya kepada Tuhan atau tidak mempersoalkan ada atau tidaknya Tuhan Yang Maha Esa. Dalam memecahkan masalah kehidupan mereka bersandar pada kemampuan diri sendiri, berdasarkan pada kemampuan berfikir secara rasional, menurut Ilmu Pengetahuan (Science). Kelompok masyarakat yang demikian itu tidak menyertakan adanya kurnia (rahmat, hidayah) dari Tuhan Yang Maha Esa dalam memecahkan suatu masalah. Golongan yang demikian ini, apabila ber-ORHIBA serta dapat mengembalikan Hak Hidup Asal Badan Dagingnya diharapkan akan tumbuh keyakinan akan adanya Tuhan. Kekuatan Dalam Dirinya adalah bagian dari kekuatan Tuhan. Dengan demikian perhatian terhadap sesama manusia, dalam menerapkan Hak Azasi Manusia, tidaklah semata-mata karena alasan kemanusiaan, tetapi terkait pada pengakuan akan adanya peran kekuatan Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam kehidupan yang dikatakan sebagai dunia modern, golongan masyarakat yang mendasarkan hidup dan kehidupan pada Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tidak dapat diingkari keberadaannya. Justru golongan masyarakat yang demikian itulah yang sedang memegang "hegemoni" atas bangsa-bangsa/negara yang kurang menguasai Ilmu dan Teknologi. Namun para ilmuwan dan teknolog harus sadar bahwa dampak yang terjadi karena penerapan ilmu dalam teknologi mempunyai dampak negatif yang sukar diatasi.

Jiwa manusia yang belum sempurna, yang melihat kehidupan hanya dari satu wawasan saja harus disempurnakan untuk melihat secara baru kehidupan secara utuh baik dari sisi rasional maupun dari sisi keyakinan.

Bertitik tolak dari keberadaan manusia dengan oknum-oknum yang ada dalam diri manusia, yaitu adanya ROH, JIWA dan BADAN, Jalan Baru yang dimaksud dapat digambarkan secara visual sebagai di bawah ini.

Masing-masing oknum mempunyai jalan kesempurnaan yang berbeda-beda, yang satu menegasikan yang lain. Jalan Hidup Rohaniah menganggap keberadaan badan adalah hanya alat bagi pencapaian tujuan hidup roh. Akhir tujuan yang hendak dicapai dari Jalan Hidup Rohaniah adalah kesempurnaan roh. Secara ekstrim, badan daging dianggap menjadi penghambat dalam mencapai kesempurnaan hidup secara rohaniah.

Jalan Hidup Jiwaniah tidak jauh berbeda dengan jalan hidup rohaniah, juga menganggap keberadaan badan adalah hanya alat bagi pencapaian kesempurnaan jiwa. Kehidupan jiwani bermanfaat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Dengan perkembangan jiwani, manusia sudah mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk berbagai kepentingan kehidupan manusia. Namun tidak dapat diingkari adanya dampak negatif, yang di sisi lain menyulitkan dan menyusahkan kehidupan manusia.

Jalan Hidup dari Badan Daging Hidup, seperti halnya bayi dalam rahim, dalam hidupnya tidak memerlukan roh, jiwa bahkan nafas. Hidup Badan Daging ini merupakan hal baru, yang baru diperkenalkan dan karenanya baru dikenal di lingkungan Warga ORHIBA.

M

Bagi manusia yang hidup rohani pedoman hidupnya adalah “rasa”. Ketajaman rasa diasah dengan macam-macam latihan yang sifatnya rohaniah. Manusia yang hidup jiwaniah menjadikan akal pikiran sebagai pedoman hidupnya. Manusia yang hidup Badan Daging menggunakan wajah dan sinar mata sebagai pedoman hidup.

Tetapi dari mana asal muasal adanya Badan, Roh dan Jiwa? Kita yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak mau susah-susah mencari tahu secara ilmiah dari mana asal muasalnya itu; kita yakin bahwa ketiga oknum itu adalah Ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Olah karena ketiga oknum dalam diri manusia itu tercipta oleh Tuhan Yang Maha Esa, maka untuk kesempurnaannya tentu juga tergantung pada ketetapan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena dalam kehidupan nyata ini, jiwalah yang berperan utama, maka jiwa yang harus diubah dan disempurnakan dalam rangka menjalankan apa yang diajarkan Tuhan dan diyakini dalam kemurniannya.

Perhatikan gambar kubus di atas.

Jalan Hidup Berketuhanan (secara rokhaniah), adalah jalan hidup yang menjadi pilihan hidup rokhaniah, yang intinya adalah dengan pasrah kepada Tuhan Yang Maha Esa, digambarkan dengan vektor OA.

Jalan Hidup Jiwaniah, adalah dasar kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, digambarkan dengan vektor OB, yang sama besar dan berkedudukan komplementer terhadap vektor OA.

Jalan Hidup Badan Daging adalah vektor OC, berkedudukan komplementer (membentuk sudut 90o) terhadap vektor OA dan vektor OB.

Jalan Baru ialah Jalan Cinta Kasih atau JALAN MENUJU KESEMPURNAAN MANUSIA, Jalan Persatuan Hidup Lahir dan Bathin, digambarkan dengan Vektor OM, sebagai resultante dari ketiga vektor sebelumnya.

Jalan Hidup dari golongan manusia yang yakin kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang digambarkan dengan vektor OA, adalah dengan berpasrah secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam bentuk yang ekstrim, jalan hidup yang demikian itu akan sulit dijalankan di tengah-tengah masyarakat. Mereka yang memang menghendaki keselamatan penuh dari Tuhan Yang Maha Esa, akan cenderung untuk meninggalkan kehidupan yang duniawi. Seharusnya memang demikian, oleh karena jalan hidup duniawi itu penuh dengan dosa, karena roh/jiwa manusia yang ada di masyarakat masih jauh dari sempurna.

Jalan Hidup Jiwani untuk dapat mewujudkan masyarakat yang damai dan sejahtera digambarkan dengan vektor OB. Jalan Kesempurnaan itu sudah diajarkan oleh Tuhan melalui AlQuran, dicontohkan dalam pelaksanaannya oleh Nabi Muhammad s.a.w.

Jalan Hidup Badan Daging digambarkan dengan vektor OC. Inilah hal baru yang diperkenalkan melalui ORHIBA (Olah Raga Badan Daging). Dari beberapa olah raga hidup yang ada dalam perkembangannya antara tahun 1941-1970, akhirnya diputuskan mempersatukan dalam satu olah raga hidup yang disebut Olah Raga Badan Daging Melihat Langit Biru (Olah Raga Tunggal), yang merupakan olah raga untuk menyempurnakan ketiga oknum dalam diri manusia.

ORHIBA, sebagai sarana untuk mencapai kesehatan fisik dan mental, menuju kesempurnaan lahir dan bathin, merupakan sarana bagi siapa pun yang percaya kepada Tuhan, untuk mewujudkan cita-cita untuk hidup seimbang dunia-akhirat.

Arah kehidupan yang seimbang antara hidup duniawi dan akhirat digambarkan dengan arah OM, yang dijalankan dengan niat atau hasrat membangun pribadinya sebagai manusia dengan watak yang mulia. Inilah cita-cita ORHIBA, membangun Manusia Baru, yang percaya 100 % akan kedaulatan Tuhan Yang Maha Esa dan dapat menjalankan kehidupan duniawi (bergaul dengan sesama manusia dan makhluk serta mencintai alam) dengan landasan ajaran Tuhan/Agama.

Untuk keberhasilan menjalankan ORHIBA menuju kepada tujuan untuk sehat, kuat dan hidup secara lahir dan bathin, apalagi kalau mau menuju kearah kesempurnaan sebagai MANUSIA, setiap saat (bukan hanya sewaktu-waktu) harus SADAR; perlu mawas diri apakah apa yang dipikirkan, dikatakan dan diperbuat sudah di Jalan Tuhan. Haruslah dalam hidup sehari-hari mempraktekkan jalan hidup yang mengedepankan dan mengutamakan cinta-kasih.

Mengulang hal-hal yang penting, yang perlu menjadi perhatian, untuk melangkah menuju Kesempurnaan sebagai Manusia, adalah :

1. Percaya Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita harus memiliki kebulatan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu pelaksanaan orang yang percaya penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa, adalah menerima semua kebenaran berasal dari DIA. Tuhan Yang Maha Esa adalah PEMEGANG KEDAULATAN TERTINGGI DI ALAM SEMESTA. Tiada suatu makhluk yang diciptakanNYA yang dapat menentang ketetapanNYA. DIA ASAL MUASAL SEGALA KEJADIAN. DIA ada di atas segala yang ada sebagai ciptaanNYA. Manusia harus berjuang untuk mengangkat kesadaran kemanusiaan atas landasan keyakinan yang penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kalau keyakinan itu dapat mencapai keyakinan yang penuh, mudah-mudahan Tuhan berkenan untuk memberi kesadaran yang berimbang antara melihat perbedaan dan kesamaan yang ada dari berbagai ajaran Tuhan Yang Maha Esa, mulai dari Kebenaran yang diajarkan oleh para Maha Rsi yang terhimpun dalam Weda, kebenaran yang diajarkan oleh Sidharta Gautama, Alkitab, AlQuran dan akhirnya ORHIBA.

2. PENGAKUAN bahwa Badan Daging itu adalah CIPTAAN HIDUP DARI TUHAN YANG MAHA ESA. Ini merupakan hal baru, yang sebelumnya belum kita sadari. Pada manusia yang hidup secara rohaniah roh adalah yang utama. Pada manusia jiwaniah, jiwalah yang utama. Pada Manusia Daging, Badan Daginglah yang utama. Kalau kita memikirkan tentang keberadaan manusia, apakah mungkin kita eksis tanpa badan daging? Untuk menuju kearah kesempurnaan sebagai manusia, haruslah menempatkan roh, jiwa dan badan daging sebagai satu kesatuan, bahkan badan daging yang utama, karena tanpa badan daging hilanglah kemanusiaan kita. Sebelum kita diperkenalkan dengan keberadaan ketiga oknum sebagai yang sama-sama ciptaan Tuhan, bila berbicara tentang kesempurnaan manusia maka yang disempurnakan adalah roh dan jiwa. Belum terbayang akan adanya Kesempurnaan Badan Daging. Dengan adanya ORHIBA, maka mulailah terbuka Jalan Baru untuk menuju Kesempurnaan Manusia secara Utuh.

3. Mengasihi Badan Daging. Untuk menjadi Manusia eksitensinya sangat ditentukan oleh adanya Badan Daging. Tatkala Badan Daging sudah rusak, roh/jiwa tidak dapat lagi mendiaminya, dan manusia dikatakan mati. Badan Daging yang tidak hidup, merupakan alat bagi roh dan jiwa demi roh dan jiwa mewujudkan keinginannya, serta dapat bertumbuh kearah kesempurnaannya. Berkat jasa badanlah roh/jiwa dapat mengejawantahkan kehendaknya dan dapat tumbuh makin sempurna. Dengan ORHIBA kita disadarkan bahwa Badan Daging itu Ciptaan Hidup dari Tuhan Yang Maha Esa. Kalau Badan Daging rusak, tidak mungkinlah Badan Daging itu direstorasi kembali seperti sebelumnya. Oleh karena itulah Badan Daging perlu dipelihara untuk tidak cepat rusak. Dengan demikian umur dapat diperpanjang untuk memberi kesempatan roh/jiwa menyempurnakan dirinya. Untuk itu haruslah ditumbuhkan perasaan dan pikiran untuk menyayangi Badan Daging, mengasihinya agar Badan Daging itu dapat Hidup menurut kehendak dari Hyang Penciptanya (Tuhan Yang Maha Esa). Itu harus dijalankan dengan sepenuh hati, sungguh-sungguh, sehingga tidak sekedar mengasihi, tetapi dapat mencapai kasih yang mendalam.

4. Melihat Langit Biru. Sebelum bergerak perasaan, pikiran dan ingatan ditujukan ke Langit Biru dan Alam Semesta, dimana kita perlu menyadari bahwa Kekuatan Hidup yang ada di dalam Badan Daging satu adanya dengan Kekuatan Hidup yang bekerja dan mengatur Alam Semesta. Kekuatan Alam Semesta, yang menghidupkan dan mengatur jalannya benda-benda langit di alam semesta itulah yang digambarkan dalam pikiran dan ingatan sebagai Langit Biru. Langit Biru itu memuat Zat dan Tenaga Hidup bagi Alam Semesta dan segala isi alam. Dia itu kita sebut sebagai Zat dan Kuasa Hidup Alam.

5. Hasrat atau Niat yang Membaja. Untuk mengembalikan Hak Asal Badan Daging, agar Badan Daging Hidup sebagaimana kehendak Tuhan Yang Maha Pencipta, maka harus ditumbuhkan Niat yang sungguh-sungguh atau Hasrat yang membaja, bahwa memang benar-benar kita menghendaki agar Badan Daging itu hidup sebagaimana kehendakNYA. Perasaan, pikiran dan ingatan yang sudah diarahkan sebelumnya kepada Tuhan, Badan Daging sendiri dan Langit Biru, akhirnya dipersatukan menjadi satu, ialah HASRAT DIRI YANG MEMBAJA. Kalau hasratnya tidak sungguh-sungguh tentu sukar diharapkan akan berhasil mencapai Hidup Badan Daging. Setiap kali perasaan, atau pikiran atau ingatan melayang ke arah lain, yang selain dari Tuhan, Badan Daging sendiri dan Langit Biru/Alam, harus disatukan lagi dalam Hasrat agar Badan Daging Hidup.

6. Lepaskan Alas Kaki. Dalam melakukan ORHIBA kaki harus bersentuhan langsung dengan tanah/bumi. Sentuhan kaki dengan bumi akan menjadi saluran perputaran Tenaga Hidup antara alam dan Badan Daging. Sepatu, atau sandal dan kaus kaki harus dilepaskan, sehingga badan kita melalui sentuhan kaki dapat berhubungan langsung dengan alam. Bagi pria sebaiknya tanpa memakai baju, cukup dengan bercelana saja. Bagi wanita tentu harus menyesuaikan, tetap berpakaian yang sopan, sehingga tidak menjadi perhatian orang yang melihat.

7. Demikian dari butir 1 hingga butir 5 di atas adalah persyaratan bathin yang diperlukan agar dengan ORHIBA yang dijalankan dapat dicapai hasilnya secara optimal. Disamping persyaratan bathin, sikap dan gerakan secara fisik juga turut menentukan. Selama bergerak Badan Daging harus ditegangkan secara merata dari ujung kaki hingga ujung rambut (kepala). Tanpa menegangkan badan secara merata hasil olah raga itu kurang optimal.

8. Putaran tangan/lengan harus dengan putaran yang teratur. Gerakan memutar lengan jangan sampai patah-patah. Lengan diputar dan dilempar selebar-lebarnya. Tatkala baru mulai melakukan ORHIBA jumlah putaran sesuaikan dengan kemampuan, misalnya mulai dengan 25 putaran dulu. Pelan-pelan sejalan dengan waktu, jumlah putaran ditambah terus-menerus, sehingga dapat mencapai 210 putaran. Jumlah 210 putaran itulah yang dipertahankan terus. Kecepatan putaran lengan tergantung pada irama masing-masing, Boleh dilakukan dengan perlahan atau pun dengan kencang. Kalau kita sudah dapat melakukan dengan baik, serta sudah meyakini bahwa Badan Daging sudah hidup, gerakan akan menjadi teratur karena diatur dari dalam Badan Daging sendiri. Kecepatan gerakan lengan akan menyesuaikan dengan detak jantung kita.

9. Naik-turun tumit. Sejalan dengan putaran lengan, diikuti dengan menekan tulang ekor ke belakang, demikian rupa sehingga bersamaan dengan saatnya lengan jatuh ke arah belakang melewati telinga tulang ekor ditekan ke belakang. Dengan demikian tumit akan naik-turun dengan teratur.

10. Pernafasan selama bergerak jangan difikirkan. Bernafaslah dengan bebas, atau bernafas biasa. Jangan menahan nafas. Untuk menjaga supaya pernafasan berjalan biasa, maka selama bergerak mulut (bibir) dibuka sedikit.

11. Pusat-pusat kekuatan, mulai dari ujung kaki hingga lutut, lalu pada pinggul, pada bahu, leher, harus diperhatikan agar selama bergerak jangan mengendor. Kalau terasa mengendor harus segera dikembalikan hingga tetap menegang.

Selasa, 13 Maret 2012

Tujuh Karakter Manusia Yang Mulia

Tujuh Kerangka Watak Manusia Yang Mulia

ORHIBA merupakan sarana untuk meningkatkan martabat diri kita sebagai MANUSIA. MANUSIA itu adalah makhluk Ilahi yang mempunyai kewajiban: yang dalam sesanti atau ungkapan Jawa (Kejawen) ialah “memahayu hayuning bawono”. Dalam agama Hindu dinyatakan MANUSIA sebagai “Penegak Dharma mewujudkan jagathita”, dalam ajaran Alkitab MANUSIA adalah “Pewaris Kerajaan Allah”, dalam AlQuran MANUSIA itu adalah “Penguasa Bumi dan Langit”. Semua agama dalam inti hakekat ajarannya tidak jauh berbeda, mempunyai tujuan membimbing umatNYA agar dapat mewujudkan masyarakat yang sejahtera, selamat, bahagia. Namun dalam kenyataannya dunia masih kacau, masih banyak mengalami bencana dan celaka, sesama manusia masih saling bertengkar, berkelahi dan berperang, masih jauh dari berwatak mulia.

MANUSIA adalah makhluk Ilahi, yang dalam semua agama digambarkan atau dituntut untuk mempunyai watak yang mulia. Watak yang mulia itu paling tidak memiliki tujuh ciri :

1. Rendah hati. Dengan pengakuan bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah DIA, yang menciptakan, mengatur dan memelihara alam semesta dengan segala isinya, kekuatan yang memegang kedaulatan di alam semesta, dia sadar bahwa untuk kedamaian, keselamatan, kebahagiaan, sertasuksesnya menjalani kehidupan adalah atas perekenanNYA. Oleh karena ituMANUSIA tidak akan berani menyombongkan diri atas kelebihan yang dia miliki dari orang lain,karena yang dia rasakan sebagai miliknya itu adalah pemberian Tuhan, adalah milik Tuhan. Sebaliknya dia juga tidak rendah diri,betapa pun kekurangan dan kelemahan yang ada dalam dirinya, karena adanya kekurangan dalam dirinya diartikan belum tepatnya dia berperilakusebagaimana kehendakNYA.

2. Sabar. Watak kesabaran merupakan watak yang dianjurkan dalamsemua agama, sebagai lawan dari watak suka marah,mudah putus asa, mudah menyalahkan orang lain, suka mengumpat, mencaci maki. Orang (manusia biasa) marah kalau keinginannya terhalang, dia melihat bahwa keterhalangan terwujudnya keingin itu karena sesuatu diluar dirinya, apakah orang, keadaan dan rupa-rupa lainnnya.

MANUSIA tidak mencari sebab kesalahan itu diluar dirinya, tetapi melihat faktor penyebab itu dalam dirinya. Yang dia cari adalah kekurangannya sendiri,dan sumber kekurangan itu adalah pada kurang percayanya kepada Tuhan dan Diri Sendiri.

3. Cinta. Dimaksud dengan cinta adalah kekuatan jiwa yang mempunyai sifat memberi perhatian terhadap sesuatu agar sesuatu itu mendapat haknya, keselamatan dan kebahagiaan. Cinta itu merupakan kekuatan penggerak dalam bathin manusia untuk memberi perhatian terhadap sesuatu, terlebih terhadap sesama manusia, agar dapat menjalankan hak hidupnya, sehingga tidak menderita dan tidak mengalami kesusahan. Lawan cinta adalah benci, yang merupakan kekuatan yang mendorong orang untuk mencelakan orang lain (walau dalam pikiran saja).

4. Kasih. Kasih merupakan kekuatan jiwa yang menimbulkan dorongan untuk siap memberikan sesuatu yang dimiliki dalam rangka membantu sesuatu atau sesama yang mengalami kesusahan,sehingga dengan bantuan atau pemberian itu dapat menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengurangi kesusahan. Perwujudan untuk membentuk sikap kasih dalam agama diwujudkan dengan bentuk pengorbanan, ialah menggunakan milik yang terbaik untuk menjalankan ajaran agama.

5. Setia. Setia adalah sifat utama yang diajarkan oleh semua agama. Setia berarti berpegang teguh pada kebenaran. Dalam agama kesetiaan itu dimulai pada kesetiaan dalam bathin, kesetiaan mewujudkan apayang diucapkan, dan berbuat yang sesuai dengan kebenaran.

6. Tolong menolong. Kehidupan manusia bersama dengan lingkungan merupakan ikatan saling tergantung, artinya bahwa keberadaan kita sebagai pribadi didukung oleh adanya sesuatu yang di luar baik manusia,makhluk lain dan alam. Sifat tolong menolong dimaksudkan dengan keharusan untuk berbagi, dimana manusia menyadari kelebihan dan kekuarangannya, sehingga dalam ikatan masyarakat terwujud suatu situasi dan kondisi damai, jauh dari ketegangan, dan bahagia.

7. Agung/Mulia. Manusia itu secara kodrat ditempatkan sebagai Ciptaan Yang Paling Sempurna di antara semua ciptaan Tuhan. Manusia diantara sesama tidak perlu mencari-cari kehormatan dan kemuliaan, mengikuti keinginan jiwa individu yang egosentris. Kemuliaan manusia dalam masyarakat adalah kemampuan untuk mewujudkan kebersamaan, mewujudkan yang menjadi cita-cita bersama. Dalam simbul ORHIBA, rumusan cita-cita bersama itu berupa persatuan dan kesatuan keyakinan, persatuan dan kesatuan persaudaraan dan persatuan dan kesatuan pengabdian.

Dengan memiliki Badan Daging yang sehat, kuat dan hidup, sebagai hasil ORHHIBAnya, seyogyanya setiap warga ORHIBA dapat mengalahkan sifat-sifat yang rendah (mengikuti hawa nafsu hewani, sombong, serakah, iri, dendam, dengki, dan yang sejenisnya) yang menurunkan martabat kehormatan dan kemuliaaan dirinya. Selama watak yang rendah belum dapat diubahkan menjadi watak yang, manusia kita belumdapat disebut sebagai MANUSIA pemayu hayuning bawono. Oleh karena itu marilah sebagai warga ORHIBA kita berjuang dalam diri masing-masing (inner revolution) agar dapat memiliki watak manusia yang mulia.